Balita Diajarkan Calistung, Saat SD Potensi
Terkena 'Mental Hectic'
Seorang anak balita sedang mencoret dinding/ilustrasi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Anak usia di bawah lima tahun (balita) sebaiknya tak buru-buru diajarkan baca tulis dan hitung (calistung). Jika dipaksa calistung si anak akan terkena 'Mental Hectic'.
Seorang anak balita sedang mencoret dinding/ilustrasi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Anak usia di bawah lima tahun (balita) sebaiknya tak buru-buru diajarkan baca tulis dan hitung (calistung). Jika dipaksa calistung si anak akan terkena 'Mental Hectic'.
''Penyakit
itu akan merasuki anak tersebut di saat kelas 2 atau 3 Sekolah Dasar (SD). Oleh
karena itu jangan bangga bagi Anda atau siapa saja yang memiliki anak usia dua
atau tiga tahun sudah bisa membaca dan menulis,'' ujar Sudjarwo, Direktur
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Ditjen PNFI Kemendiknas, Sabtu (17/7).
Oleh
karena itu, kata Sudjarwo, pengajaran PAUD akan dikembalikan pada 'qitah'-nya.
Kemendiknas mendorong orang tua untuk menjadi konsumen cerdas, terutama dengan
memilih sekolah PAUD yang tidak mengajarkan calistung. -//Saat ini banyak orang tua yang
terjebak saat memilih sekolah PAUD. Orangtua menganggap sekolah PAUD yang
biayanya mahal, fasilitas mewah, dan mengajarkan calistung merupakan sekolah
yang baik. ''Padahal tidak begitu, apalagi orang tua memilih sekolah PAUD yang
bisa mengajarkan calistung, itu keliru,'' jelas Sudjarwo.
Sekolah
PAUD yang bagus justru sekolah yang memberikan kesempatan pada anak untuk
bermain, tanpa membebaninya dengan beban akademik, termasuk calistung.
Dampak memberikan pelajaran calistung pada anak PAUD, menurut Sudjarwo, akan
berbahaya bagi anak itu sendiri. ''Bahaya untuk konsumen pendidikan, yaitu anak,
terutama dari sisi mental,'' cetusnya.
Memberikan
pelajaran calistung pada anak, menurut Sudjarwo, dapat menghambat pertumbuhan
kecerdasan mental. ''Jadi tidak main-main itu, ada namanya 'mental hectic',
anak bisa menjadi pemberontak,'' tegas dia.
Kesalahan
ini sering dilakukan oleh orang tua, yang seringkali bangga jika lulus TK
anaknya sudah dapat calistung. Untuk itu, Sudjarwo mengatakan, Kemendiknas
sedang gencar mensosialisasikan agar PAUD kembali pada fitrahnya. Sedangkan
produk payung hukumnya sudah ada, yakni SK Mendiknas No 58/2009. ''SK nya sudah
keluar, jadi jangan sembarangan memberikan pelajaran calistung,'' jelasnya.
Sosialisasi
tersebut, kata Sudjarwo, telah dilakukan melalui berbagai pertemuan di tingkat
kabupaten dan provinsi. Maka Sudjarwo sangat berharap pemerintah daerah
dapat menindaklanjuti komitmen pusat untuk mengembalikan PAUD pada jalurnya.
''Paling penting pemda dapat melakukan tindak lanjutnya,'' jawab dia.
Sementara
itu, pada kesempatan yang sama, Srie Agustina, Koordinator Komisi Edukasi dan
Komunikasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), menyatakan, memilih
mensosialisasikan produk pendidikan merupakan bagian dari fungsi dan
tugas BPKN untuk melakukan perlindungan terhadap konsumen.
Dalam hal
ini, kata Srie, BPKN memprioritaskan sosialisasi pada anak usia dini. Sebab
berdasarkan Konvensi Hak Anak, setiap anak memiliki empat hak dasar.
Salah satunya adalah hak untuk mendapatkan perlindungan dalam kerugian dari
barang dan produk, termasuk produk pendidikan. ''Untuk itu sejak dini anak
dilibatkan, karena di usia itulah pembentukan karakter terjadi,'' papar Srie.
Namun
menurut Srie, mengedukasi tentang sebuah produk harus menggunakan metode
khusus. Tidak dapat berwujud arahan dan larangan, namun dengan cara yang menyenangkan,
salah satunya dengan festival mewarnai sebagai salah satu teknik untuk
memberikan edukasi. ''Dengan mewarnai, mereka bisa terlibat dan merasa lebur di
dalamnya, selain itu dalam gambar yang diwarnai tersebut disisipkan pesan-pesan
yang ingin disampaikan,'' pungkasnya.
Red:
Endro Yuwanto
Sumber:viruscerdas.c
Tidak ada komentar:
Posting Komentar