Kesalahan Ibu pada Anak yang Terlihat Sepele Padahal Berdampak Besar
Ada beberapa kesalahan seorang ibu
terhadap anak-anaknya yang sering kali dianggap sepele, padahal sebenarnya
memiliki efek yang berbahaya untuk psikologis anak. Apa sajakah kesalahan tersebut dan bagaimana meluruskannya? Mari
kita simak bersama:
1.
Tidak memperhatikan
ketika anak bicara
Ini adalah kesalahan fatal. Ibu asyik menonton ketika anak
mengajak bicara. Atau, ibu seru dengan gadget ketika anak ingin diperhatikan.
Malah terkadang menghardik anak karena merasa mereka sungguh mengganggu.
Berikut ada beberapa hal yang sebaiknya dilakukan
ketika anak mengajak ibu berbicara:
Tataplah matanya dan beri ia perhatian dengan
benar-benar menyimak perkataannya.
Beri sentuhan dan pelukan jika diperlukan.
Memang anak-anak sering kali terlalu cerewet dan
terus-menerus mengulang pertanyaan yang sama, mungkin ibu merasa jengkel, tapi
sadarilah bahwa waktu itu tak akan kembali. Mereka akan segera tumbuh dewasa
dan kita kehilangan momen kecil mereka.
Maka, hentikan dulu kegiatan menonton, mendengar
musik, atau bermain sosmed ketika anak mengajak kita untuk bercerita. Seorang
ibu yang mau mendengarkan anak-anaknya kelak akan merasakan manfaatnya.
Ketika anak tumbuh remaja, mereka akan merasa
nyaman untuk bercerita pada ibunya ketimbang teman di sekolah. Mereka akan
tumbuh menjadi anak yang cukup kasih sayang dan perhatian, sert menjadi anak
yang percaya diri karena mendapat sokongan penuh dari ibunda tercint sejak
kecil. Maka mulai sekarang, beri
perhatian ketika anak mengajak mengobrol.
2.
Membantu
anak mencari 'kambing hitam’
"Uuuh, dedek jatuh yaa, ini
lantainya nakal, mama pukul nih lantainya!"
➡ Cara seperti ini mungkin terlihat
lucu dan membuat anak berhenti menangis, tapi secara psikologis anak akan
segera menirunya.
Anak cepat belajar bahwa ketika ada sesuatu yang
tidak beres, carilah kambing hitam untuk dipersalahkan! Tidak mengherankan
ketika ia tumbuh besar, anak akan menjadi pribadi yang selalu mencari-cari
kesalahan pada orang lain ketimbang diri sendiri. Jadi, daripada berbuat
demikian, lebih baik ibu langsung memeluk anak dan mengatakan padanya untuk
berhati-hati, "Kalau adik lebih hati-hati berlarinya, in syaa Allah tidak akan
terjatuh! Lain kali lebih hati-hati ya sayang..."
3.
Merapikan
barang yang habis dimainkan anak
Memang cara ini lebih cepat dan efektif membuat
rumah rapi, tapi sadarilah bahwa terus-terusan membereskan mainan anak yang
bergelimpangan di lantai sama saja membentuk kebiasaan anak untuk tidak
disiplin.
Sebagai ibu, kita perlu mendidik anak agar
memiliki karakter disiplin. Boleh mainan dengan berantakan, tapi setelah itu
harus dirapikan sendiri. Ajari anak untuk membereskan barang-barangnya dengan
cara yang menyenangkan.
Jangan selalu menjadikan diri ibu sebagai super
hero yang selalu membereskan masalah anak-anak. Makanan berantakan, ibu yang
membereskan. Mainan berhamburan, ibu juga yang membereskan. Kapan anak-anak
diajarkan untuk mandiri dan bertanggungjawab?
Kita perlu menyadari bahwa suatu saat kita tidak
akan ada lagi di dunia ini, jangan sampai meninggalkan anak-anak yang lemah dan
tidak bisa apa-apa tanpa ibu mereka.
4.
Menyelak
antrian
Banyak ibu yang justru mengajarkan anak untuk
menyelak antrian, misalnya ketika memasuki kereta, ketika sedang antri membeli
tiket, antri membayar di kasir, antri di SPBU, atau bahkan ada juga ibu yang
menyelak lampu merah di jalan raya padahal sedang membonceng anak.
Sesungguhnya ini adalah hal yang terlihat lumrah
di Indonesia, tapi menjadi akar ketertinggalan kita dibandingkan negara maju.
Anak-anak di negara maju justru diajarkan untuk tertib mengantri, mereka
malahan malu jika menyelak antrian.
Maka, sadarilah ibu bahwa mendidik anak perlu
dengan mencontohkan langsung. Katakan pada mereka untuk belajar bersabar dan
menghargai hak orang lain dengan mengantri dan menunggu giliran.
5.
Hampir
selalu meminta kakak mengalah pada adik
➡ Satu hal lagi yang terlihat sepele
padahal berdampak besar adalah kebiasaan ibu menyuruh kakak untuk mengalah pada
adik.
Ketika kakak sedang asyik bermain boneka dan
kemudian adik memintanya, biasanya ibu akan memenangkan adik dan sang kakak
harus merasa dongkol karena ia selalu dikalahkan.
Cobalah untuk membuat aturan baru, siapa pun
yang sudah duluan bermain, maka yang ingin memakai mainan tersebut harus sabar
menunggu giliran. Hal ini justru lebih adil daripada terus-menerus menyuruh
sang kakak mengalah tanpa ia paham mengapa dirinya harus selalu mengalah,
padahal ia tidak pernah meminta dilahirkan duluan.
Biarkan kakak dan adik saling menyayangi dan
berbagi, juga ajarkan mereka untuk saling menghormati dan menghargai. Kakak
tidak harus selalu mengalah, adik tidak harus selalu kolokan, semuanya
tergantung didikan dari ibu dan ayah.
Sumber : www.ummi-online.com